RESTORASI
PAHAM KEBANGSAAN INDONESIA
Oleh:
Prof. Dr.
M. Dimyati Hartono, SH
_____________________________________________________________________________________
I.
PENGANTAR
Hari ini kita telah sepakat membahas
masalah kehidupan bangsa kita khususnya yang menyangkut aspek yang mendasar bagi
kelangsungan hidup kita sebagai satu bangsa yaitu ’Paham Kebangsaan’.
Kepada saya telah dipercayakan untuk menyampaikan sebuah gagasan, pemikiran
tentang Paham Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme Indonesia. Melihat situasi
dan kondisi kehidupan kebangsaan Indonesia saat ini dan menyongsong permasalahan
yang dihadapi di hari depan, maka telah saya coba untuk mengemukakan sebuah
judul pembahasan yang saya sebut dengan nama ’Restorasi Paham Kebangsaan
Indonesia’.
Bukan hanya paham kebangsaan, tetapi Paham Kebangsaan Indonesia. Bukan hanya
masalah nasionalisme, tetapi Nasionalisme
Indonesia. Dalam pembicaraan
selanjutnya akan kita kupas, apa itu Paham Kebangsaan Indonesia, apa itu
Nasionalisme indonesia, apa itu Restorasi dan mengapa ada Restorasi, dan
seterusnya.
II.
PENGERTIAN DASAR TENTANG PAHAM
KEBANGSAAN
Dewasa ini banyak beredar secara meluas
istilah wawasan kebangsaan dan paham kebangsaan. Mana yang sebenarnya harus
diterapkan oleh bangsa Indonesia untuk dapat menjaga keutuhan bangsa yang berbhinneka
ini; Paham Kebangsaan atau Wawasan Kebangsaan? Marilah kita bahas persoalan ini.
1.
Pertama, marilah kita jawab
pertanyaan yang mendasar, apa itu nasionalisme atau paham kebangsaan itu. Secara
singkat dan populer nasionalisme atau paham kebangsaan itu adalah paham, aliran,
pendirian, atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dengan
mewujudkan cita-cita nasional yang telah disepakati. Kecintaan itu dilandasi
oleh kesadaran para anggota bangsa tersebut untuk secara bersama-sama ingin
mencapai cita-cita, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas,
serta mewujudkan kemakmuran dan kekuatan sebagai satu bangsa. Dari sinilah
lahirnya semangat kebangsaan. Dari kecintaan yang tumbuh menjadi semangat dan
cita-cita akan idealisme untuk mempertahankan bangsa dan negara itulah lahirlah
’Patriotisme’. Karena itu nasionalisme akan punya arti bagi perjuangan
suatu bangsa untuk mewujudkan keinginan, cita-cita atau ide bersama, yang secara
populer disebut ’Cita-cita Nasional’, bila nasionalisme itu didukung oleh
semangat patriotisme yang kuat.
Kita semua mengetahui bahwa nasionalisme
atau paham kebangsaan itu bersifat universal. Artinya kita jangan salah mengira
bahwa paham kebangsaan adalah monopolinya bangsa Indonesia. Semua negara-negara
yang merdeka dan berdaulat, bangsa yang merdeka yang punya negara, punya tanah
air, punya cita-cita nasional, maka dia memiliki paham kebangsaan atau memiliki
nasionalisme. Jadi setiap negara yang merdeka dan berdaulat yang punya cita-cita,
punya identitas dan integritas, pasti punya nasionalisme. Semua bangsa-bangsa
yang mempunyai nasionalisme atau paham kebangsaan cita-cita nasionalnya itu
diperjuangkan dan diwujudkan didalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Karena itu tidak heran bila tiap-tiap negara memiliki nasionalisme-nya sendiri,
sehingga nasionalisme itu bersifat universal dan bukan monopoli satu bangsa atau
satu negara saja.
Tetapi marilah kita cermati bahwa tiap
bangsa, tiap negara yang mempunyai nasionalisme itu, yang mempunyai cita-cita
itu, nasionalisme atau paham kebangsaan yang ada pada tiap bangsa dan suatu
negara itu didasarkan pada kondisi obyektif yang berbeda-beda. Oleh karena
itulah maka nasionalisme atau paham kebangsaan di tiap-tiap negara mempunyai
ciri-ciri yang berbeda.
2.
Faktor obyektif yang mendasari
lahirnya nasionalisme didalam suatu negara adalah: faktor demografi, geografi,
dan latar belakang sejarah (historical background).
a.
Demografi,
berkaitan dengan jumlah penduduk (besar atau kecil), penyebarannya, strukturnya
(homogen atau heterogen), budaya dan pandangan hidupnya
b.
Geografi,
tempat bangsa itu lahir, hidup dan mempertahankan kehidupannya. Ada yang bentuk
geografinya terkungkung oleh daratan, disebut land-locked country
(Afghanistan, Swiss), sebuah benua atau daratan yang luas (India, Cina), satu
pulau (Singapura) atau sebuah kepulauan yang besar (Indonesia).
c.
Latar belakang sejarah
atau historical background. Karena sebelumnya dijajah, ingin
melepaskan diri dari penjajah, atau karena gejolak politik sosial, revolusi
industri atau terpaksa mengungsi sebagai akibat revolusi sosial. Ketiga faktor
tadi; demografi, geografi dan latar belakang sejarah (historical background)
yang berbeda-beda itulah yang menyebabkan nasionalisme yang lahir dan hidup di
dalam suatu bangsa berbeda-beda dengan bangsa lain.
Tiap-tiap nasionalisme di dalam suatu
negara mempunyai ciri-ciri tersendiri.
Kalau kita bahas nasionalisme
Indonesia atau paham kebangsaan Indonesia, sifat universalnya nasionalisme
Indonesia adalah bahwa kita yang menjadi bangsa Indonesia ini seluruhnya
mencintai tanah air Indonesia, mencintai negara Indonesia. Sebagai anggota suatu
bangsa, kita semua menyadari bahwa kita mempunyai keinginan bersama, cita-cita
bersama yang disebut cita-cita nasional yang ingin diwujudkan, dipertahankan,
diabadikan sebagai identitas, integritas, kemauan dan kekuatan nasional,
berdasarkan semangat kebangsaan Indonesia.
III.
PAHAM KEBANGSAAN INDONESIA (NASIONALISME INDONESIA)
Di depan telah disebutkan bahwa
tiap bangsa memiliki nasionalisme dengan ciri-cirinya sendiri, begitu pun bangsa
Indonesia. Marilah kita kaji dari faktor-faktor obyektif yang mendasari dan
menjadi latar belakang lahirnya paham kebangsaan Indonesia atau nasionalisme
Indonesia.
1.
Faktor Demografi
Bangsa Indonesia adalah satu bangsa yang
terdiri atas rakyat yang jumlah penduduknya besar dan merupakan nomor empat
terbesar di dunia. Hidupnya di pulau-pulau yang berjumlah 17,506 yang terhimpun
di dalam satu Kepulauan Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersifat
pluralistik, terdiri dari beratus-ratus etnik atau suku bangsa dan dengan
berbagai keturunan. Ada keturunan Arab, Cina, India dan Belanda. Sekarang,
dalam era globalisasi lebih banyak lagi jenis rasnya, ada Amerika, Jepang, Korea, dan lain-lain. Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang rakyatnya memeluk berbagai agama, ada yang Islam,
Hindu, Buddha, Katolik, Protestan, bahkan ada yang masih menganut aliran
kepercayaan tertentu. Tetapi semuanya percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rakyat
yang multi-etnik, multi-ras ini mempunyai pandangan hidup, kebudayaan daerah dan
bahasa daerahnya masing-masing tetapi memiliki satu pandangan hidup sebagai satu
bangsa. Faktor demografis demikian inilah yang membentuk bangsa Indonesia,
dimana rakyat Indonesia yang pluralistik itu hidup bersama-sama, mempunyai
keinginan bersama dan mempunyai cita-cita bersama. Itulah yang menjadi dasar
terbentuknya nasionalisme Indonesia. Kondisi obyektif inilah yang memberi ciri
khas kepada paham kebangsaan Indonesia, yang oleh para Bapak Pendiri (founding
fathers) ini dirumuskan secara tepat: Walaupun berbeda-beda, tetapi satu jua,
‘Bhinneka Tunggal Ika’.
2.
Kondisi Geografis
Kondisi geografis Indonesia bukanlah
sebuah land-locked country, satu negara yang terkungkung oleh daratan
seperti Afghanistan atau Swiss, bukan pula sebuah benua atau daratan yang luas
seperti Cina atau India, bukan pula satu pulau kecil seperti Singapura. Tetapi
bangsa Indonesia lahir, hidup, bertahan hidup dan besar didalam lingkungan
kondisi geografis sebagai satu Negara Kepuluan yang berciri Nusantara.
Lingkungan dan kondisi geografis tanah air demikian itulah yang merupakan
kondisi obyektif lahirnya rakyat Indonesia menjadi bangsa Indonesia dan
berdasarkan lingkungan dan kondisi geografis seperti itulah lahirnya paham
kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia, sehingga kita menyebut wilayah
negara dengan ‘tanah tumpah darah’ atau negara kita itu dengan ‘tanah air’.
Bangsa lain ada yang menyebut negerinya dengan fatherland, motherland,
country, state, homeland, tetapi bangsa Indonesia menyebutnya
tanah air, karena kepulauan Indonesia memang terdiri atas tanah (pulau-pulau)
dan air (lautan).
Negara kepulauan Indonesia mempunyai ciri
khusus sebagai negara Nusantara. Artinya negara yang berada di antara dua
samudera besar (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) dan dua benua yang besar
(Asia dan Australia). Suatu posisi geografis yang sangat strategis berada di
silang pertemuan kepentingan bangsa-bangsa di dunia. Suatu lokasi geografis yang
tidak dimiliki negara lain, tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik.
3.
Latar Belakang Sejarah
(Historical Background)
Ada bangsa-bangsa yang lahir sebagai
akibat revolusi sosial/revolusi industri, atau akibat pertentangan agama dan ada
juga suatu bangsa yang lahirnya sebagai akibat rasa senasib karena terancam
hidupnya, kemudian terpaksa meninggalkan negerinya menjadi pengungsi dan mencari
tanah baru untuk hidup bersama-sama. Dan dengan kondisi obyektif latar belakang
sejarah tersebut yang kemudian menjadi dasar lahirnya bangsa baru. Bangsa
Amerika adalah bangsa yang lahir karena ada kesamaan nasib dan penderitaan yang
sama di negeri asalnya masing-masing sebagai pengungsi dari Eropa. Kondisi
obyektif demikian inilah yang menjadi dasar paham kebangsaan Amerika atau
Nasionalisme Amerika (Serikat). Di negeri asalnya mereka kehilangan salah satu
core value atau nilai luhur dalam kehidupan mereka masing-masing yaitu
kebebasan individu. Itulah sebabnya maka paham kebangsaan Amerika yang lahir
dari latar belakang demikian, telah menempatkan kebebasan individu sebagai nilai
yang tertinggi dalam Nasionalisme-nya. Latar belakang sejarah inilah yang
memberi corak konstitusionalnya, dimana terdapat ‘Bill of Right’.
Kita memiiki historical background
yang berbeda. Kita tidak
pernah menjadi pengungsi. Sejak zaman time immemorial kita sudah menjadi
penghuni Nusantara ini. Sejarah hitam yang melatarbelakangi kebangsaan kita
adalah penjajahan oleh bangsa Belanda selama 350 tahun dan penjajahan bangsa
Jepang selama 3.5 tahun. Yang hilang pada zaman penjajahan tersebut bukan saja
kebebasan individu atau kemerdekaan perorangan, tetapi dan terutama adalah
kebebasan seluruh rakyat Indonesia yang bersama-sama dirampas oleh penjajah.
Faktor historis demikian itulah yang menjadi dasar lahirnya paham kebangsaan
Indonesia atau nasionalisme Indonesia. Maka paham kebangsaan Indonesia berciri
berbeda dengan paham kebangsaan Amerika Serikat. Paham kebangsaan Indonesia
memiliki semangat ingin bersama-sama melepaskan diri dari belenggu penjajahan
bangsa asing dan membentuk bersama-sama satu bangsa didalam satu negara. Itulah
sebabnya ketika bangsa Indonesia hendak mendirikan negara yang merdeka, maka
landasan paham kebangsaan yang lahir dengan historical background
demikian itu membentuk core value atau nilai luhur dalam bernegara, bukan
pada kebebasan individu atau individualisme saja, tetapi terutama pada semangat
kebersamaan, semangat kekeluargaan. Kemudian dengan semangat kebangsaan demikian
itulah dibentuk negara. Kondisi obyektif latar belakang sejarah tersebutlah yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Berbeda dengan AS yang latar belakang
sejarahnya sebagai pengungsi yang kehilangan kebebasan individu di negara
asalnya masing-masing, telah menempatkan kebebasan individu sebagai core
value. Core value bangsa Indonesia secara lugas, di dalam alinea pertama UUD
1945 dinyatakan “Bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Inilah ciri
nasionalisme Indonesia atau paham kebangsaan Indonesia, yang karena latar
belakang sejarah kita, tidak menempatkan kebebasan individu sebagai core
value. Walaupun mengakui hak individual, tetapi mengutamakan kebebasan
bersama. Banyak tokoh-tokoh atau mereka yang menamakan pemimpin tidak menyadari
perbedaan faktor historis ini dan dengan serta-merta apa yang dia lihat, dia
dengar, dia pelajari dari AS ingin secara mentah-mentah diterapkan di Indonesia.
IV.
PAHAM KEBANGSAAN INDONESIA DALAM UUD 1945
1.
Nasionalisme dan Patriotisme
Sekali lagi ingin diingatkan bahwa
nasionalisme atau paham kebangsaan bukanlah monopoli bangsa Indonesia atau
bangsa Amerika saja, tetapi bersifat universal. Tetapi kondisi obyektif
demografi, geografi dan historical background masing-masing negara yang
berbeda, yang menyebabkan nasionalisme di tiap-tiap negara mempunyai ciri-ciri
tersendiri. Dan paham kebangsaan yang berbeda-beda tersebut, ketika
masing-masing bangsa mendirikan negara, ciri-ciri khusus tersebut mewarnai
bentuk, tujuan, sistem pemerintahan yang dibangun di dalam suatu negara
sebagaimana tertuang di dalam hukum dasar atau konstitusi negara yang
bersangkutan. Ciri khusus ini berpengaruh juga kepada pengertian dan makna
demokrasi yang diterapkan didalam negara masing-masing. Bagi kaum nasionalis
Indonesia harus menyadari bahwa nasionalisme Indonesia atau paham kebangsaan
Indonesia memiliki ciri-ciri khusus yang didasari oleh kondisi obyektif
Indonesia yang berbeda dengan nasionalisme AS, Kanada, Jepang, Cina, Korea,
Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan lain-lain. Tetapi satu hal yang
bersifat universal adalah setiap bangsa pasti mencintai negaranya, bahkan
tidak sekadar cinta, bila perlu membela.
Apa yang dibela? Cita-cita bersama
yang disebut cita-cita nasional yang menjadi kepentingan nasional. Ciri
nasionalisme di masing-masing negara melahirkan cita-cita nasional yang menjadi
kepentingan nasional masing-masing bangsa. Karena adanya perbedaan ciri tersebut,
berimplikasi kepada perbedaan kepentingan nasional, sehingga tidak mengherankan
bila diantara negara terjadi konflik oleh karena ingin melindungi kepentingan
nasional masing-masing. Itulah sebabnya maka nasionalisme selalu lekat dengan
patriotisme. Nasion adalah bangsa, Patria adalah tanah air. Tidak bisa
dilepaskan kelekatan antara bangsa dan tanah air, tidak bisa dilepaskan
kelekatan antara rakyat dan wilayahnya. Sebab tanpa kedua itu tidak mungkin ada
sebuah negara yang merdeka. Begitu juga halnya dengan Indonesia. Karena itu
nasionalisme Indonesia harus disertai dengan patriotisme Indonesia, tanpa
patriotisme, nasionalisme tinggal semboyan yang hampa.
Ketika bangsa Indonesia dengan
paham kebangsaannya yang memiliki ciri-ciri khusus tersebut sampai pada tahap
perjuangan yang menentukan untuk merebut kemerdekaan dari penjajah, maka secara
bijak para Bapak Pendiri republik ini merangkum secara tepat ciri-ciri
nasionalisme yang telah menjadi milik bangsa tersebut, dan kemudian dituangkan
ke dalam hukum dasar negara yang baru dibentuk didalam falsafah bangsa dan UUD
1945.
Kita mengetahui bahwa untuk
membentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat minimal ada 3 (tiga) faktor
eksistensial yang harus dipenuhi, yaitu: rakyat (demografi), wilayah (geografi)
dan pemerintahan. Paham kebangsaan yang berdasarkan kepada kondisi obyektif
rakyat Indonesia yang pluralistis, geografis sebagai negara kepulauan dengan
historical background tersebut di atas dan mempunyai tujuan bersama yang
ingin diwujudkan sebagai bangsa, maka semboyan Bhinneka Tunggal Ika
itulah yang kemudian dituangkan kedalam prinsip-prinsip membentuk konstitusi
negara yang secara ideologi disebut cita-cita nasional.
2.
Negara Milik Bersama
Negara ini dibangun oleh seluruh keluarga
besar bangsa Indonesia, negara ini milik bersama seluruh rakyat Indonesia, bukan
milik golongan tertentu, etnik tertentu, agama tertentu, daerah tertentu, tetapi
milik bersama. Karena itu yang akan diwujudkan adalah cita-cita nasional, bukan
kepentingan perorangan, kelompok tertentu, golongan tertentu, etnik tertentu,
ras tertentu, juga bukan untuk agama tertentu, tetapi untuk seluruh rakyat
Indonesia. Begitu pula wilayah negara yang secara obyektif memiliki konfigurasi
teritorial sebagai satu negara kepulauan (archipelagic state) dengan ciri
sebagai negara Nusantara demikian itulah yang kemudian dijadikan dasar untuk
menetapkan wilayah nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ciri-ciri
khusus paham kebangsaan atau nasionalisme Indonesia demikian itulah yang memberi
corak yang khusus kepada dasar negara yang dibangun berkaitan dengan bentuk
negara, sistem penyelenggaraan negara dan keinginan bersama atau cita-cita
nasional yang akan diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus
pandangan hidup atau falsafah bangsa yang disebut Pancasila. Karena Negara
menjadi milik bersama, maka salah satu yang ingin diwujudkan adalah keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Pancasila Ideologi Negara
Telah menjadi pengetahuan umum dan
pengakuan universal di dunia, bahwa tiap negara yang merdeka dan berdaulat pasti
mempunyai hukum dasar/konstitusi, baik yang tertulis (UUD) atau yang tidak
tertulis. Pada hukum dasar itu berisi seluruh konsep yang bersistem yang
dijadikan asas pendapat suatu bangsa yang bersangkutan yang memberi arah dan
tujuan untuk kelangsungan hidup bangsa tersebut. Inilah yang secara populer
disebut Ideologi. Jadi, Pancasila yang bersumber kepada kondisi obyektif paham
kebangsaan Indonesia demikian itulah yang disebut ideologi negara. Di dalamnya
berisi tatanan politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan yang tertuang
dalam sistem penyelenggaraan negara yang dicita-citakan dan memberikan strategi
bagaimana untuk mencapai cita-cita nasional dengan memberikan prosedur,
rancangan, serta program untuk mencapainya. Dengan kalimat lain dapat dinyatakan
bahwa konstitusi atau hukum dasar yang kita miliki yaitu UUD 1945 mulai dari
Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya adalah pengejawantahan secara
konstitusional paham kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia yang
memiliki ciri khusus berdasarkan kondisi obyektif yang telah diterima oleh
seluruh bangsa dan telah ditetapkan sebagai dasar negara. Dengan pengertian
demikian, maka wajarlah bahwa konstitusi kita yaitu Pancasila dan UUD 1945
memiliki ciri khas karena bersumber pada kondisi obyektif yang berbeda dengan
negara-negara lain. Jadi bila kita ingin memahami dengan benar tentang
nasionalisme Indonesia atau paham kebangsaan Indonesia, sebagaimana telah
tertuang dalam konstitusi, harus memahami benar-benar tiga faktor yang menjadi
kondisi obyektif bangsa Indonesia. Mempelajari UUD 1945 sebagai elaborasi paham
kebangsaan Indonesia, tidak bisa hanya dari segi harfiah saja, tetapi perlu
mengerti kandungan filosofis, ideologi dan cita-cita nasional yang ingin
diwujudkan, yang bersumber kepada kondisi obyektif negara kita, inilah yang oleh
para founding fathers kita disebut ‘suasana kebatinan” atau “Geistlichen
Hintergrund”-nya.
Demikianlah pemahaman singkat mengenai Paham
Kebangsaan pada umumnya dan Kebangsaan Indonesia khususnya.
V.
RESTORASI PAHAM KEBANGSAAN
INDONESIA
1.
Kondisi Negara Dewasa Ini
Kini marilah kita teruskan
pembicaraan mengenai soal Restorasi. Apa itu restorasi?, apa yang
dimaksud dengan restorasi paham kebangsaan Indonesia?, mengapa perlu ada
restorasi? Dan apa tujuan restorasi? Sebelum bicara lebih lanjut, marilah lebih
dahulu kita kupas keadaan negara kita dewasa ini dalam konteks kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
a)
Zaman Orde Baru
Kita masih ingat pada awal Orde Baru
berkuasa, semboyan yang sangat terkenal adalah “Politic No, Economic Yes”.
Dengan semboyan tersebut, diintroduksilah falsafah pragmatisme dalam
penyelenggaraan negara dan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Suatu
paham yang mendasarkan kepada pertimbangan dan perhitungan praktis, pragmatis
dan pemikiran jangka pendek yang telah menyisihkan pemikiran-pemikiran idiil dan
ideologis untuk menunjang pembangunan ekonomi. Penerapan paham pragmatisme
selama lebih dari tiga dasawarsa semasa pemerintahan Orde Baru tersebut telah
berhasil menyisihkan nilai-nilai idiil perjuangan seperti kecintaan kepada
bangsa dan negara, nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, kegotongroyongan,
nilai pengorbanan untuk kepentingan bersama, dan lain-lain yang menjadi
pilar-pilar paham kebangsaan. Ditumbuhkembangkan nilai-nilai pragmatis seperti
pemujaan terhadap materi, pengejaran terhadap keuntungan material, kehidupan
yang lebih individualistis. Orientasi kepada pengejaran terhadap kepentingan
pribadi, kelompok, golongan, semaraknya konsumerisme dan demonstration effect
berakibat terjadinya erosi terhadap nilai-nilai idiil perjuangan bangsa dan
memudarnya paham kebangsaan dan patriotisme. Orang tidak lagi malu memamerkan
kekayaan materiil, walaupun asalnya dari perbuatan tercela dan hilangnya
solidaritas sosial. Nilai-nilai idiil hanya dijadikan slogan untuk mencapai
keuntungan materiil telah melahirkan jiwa yang munafik dan hipokrit, rendahnya
rasa tanggung jawab kepada masa depan bangsa dan negara. Semula kita menduga
bahwa introduksi dan penerapan falsafah pragmatisme itu gagasan murni para
tokoh-tokoh Orde Baru sendiri. Belakangan terbukti bahwa tiu adalah pelaksanaan
strategi negara adikuasa untuk menancapkan pengaruh dan kepentingannya terhadap
Indonesia dengan menggunakan orang-orang Indonesia yang tipis paham
kebangsaannya dan ambisius. Salah satu yang terkuak adalah mereka yang tergabung
dalam apa yang disebut ‘Mafia Berkley’.
b)
Zaman Reformasi
Setelah tumbangnya kekuasaan Orde Baru,
reformasi yang semula diharapkan dapat memperbaiki keadaan bangsa yang sudah
kehilangan idealisme tersebut, sebaliknya malah membuka peluang yang lebih lebar
terhadap globalisasi dengan masuknya paham liberalisme, neo liberalisme, bahkan
kapitalisme dan neo kapitalisme yang tidak saja menggerogoti paham kebangsaan
Indonesia. Bahkan ironisnya
ada beberapa pihak yang menganggap nasionalisme itu sudah usang dan tidak
diperlukan lagi. Dan mereka berpendapat bahwa oleh karena itu harus diganti
dengan paham-paham baru yang bersama dengan masuknya pengaruh luar melalui
globalisasi dengan serta-merta, tanpa pertimbangan dan perhitungan jangka
panjang diterimalah gerakan untuk melakukan democratic reform melalui
judicial review dan constitutional reform. Hasil puncaknya adalah
amandemen UUD 1945 setelah empat kali, sehingga UUD baru hasil amandemen
walaupun masih disebut UUD 1945 tidak lagi merupakan pengejawantahan semangat
kebangsaan Indonesia yang lahir dari kondisi obyektif tanah air sebagaimana pada
awalnya perjuangan tertuang di dalam UUD 1945 yang asli.
c)
Indonesia Is A Floating Nation
Paham kebangsaan Indonesia terasa terbenam
dalam pengaruh globalisasi dan kita sebagai bangsa tidak lagi mempunyai pegangan
ideologi yang jelas, tujuan nasional yang jelas, bahkan tidak tahu kemana arah
kehidupan kita sebagai bangsa. Terombang-ambing tanpa dasar ideologis yang kuat.
Bukan hanya masyarakat, tetapi para penyelenggara negara sendiri juga terlihat
selalu ragu dalam menentukan arah kebijakan masa depan. Tidaklah salah apabila
dikatakan kondisi negara seperti ini, ibarat kapal terapung-apung di samudera
luas tanpa kompas dan jangkar dan siap tenggelam ditelan gelombang. Jika
menyongsong jatuhnya pemerintahan Orde Baru disebut “Indonesia
is a nation in waiting”, maka saat
ini tepatlah disebut “Indonesia is a
floating nation”. Sebagai bangsa dan
negara, kita telah kehilangan roh kebangsaan, kehilangan cita-cita nasional,
tidak mempunyai road map dalam mewujudkan cita-cita nasional karena
dengan amandemen UUD 1945, GBHN telah dihapus. Terkatung-katung dihempas oleh
gelombang liberalisme dan neo-liberalisme, kapitalisme dan neo-kapitalisme.
Cita-cita nasional tinggal menjadi slogan, karena paham kebangsaan Indonesia
sudah tidak lagi menjadi dasar dan pedoman penyelenggaraan negara dalam arti
yang sesungguhnya. Dan patriotisme sudah tidak terdengar lagi.
d)
Perlu Restorasi Paham Kebangsaan
Akankah keadaan demikian kita
biarkan? Jawabnya jelas tidak, dan harus kita hentikan berbagai penyimpangan
ideologi konstitusional dalam penyelenggaraan negara, yang sumber utamanya
karena kita telah terbius oleh aroma globalisasi dan meninggalkan paham
kebangsaan yang telah lahir dari kondisi obyektif yang menjadi dasar
nasionalisme Indonesia dan pembentukan negara berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Kesalahan, penyimpangan,
penyelewengan–penyelewengan yang terjadi harus dihentikan dan diletakkan kembali
kepada rel perjuangan bangsa, diletakkan pada posisi yang benar berdasarkan
kondisi obyektif rakyat, bangsa dan negara. Upaya menempatkan kembali kepada
garis perjuangan bangsa yang benar itulah yang disebut Restorasi, dari
kata to restore yang artinya meluruskan atau menempatkan kembali pada
posisi yang benar. Jadi, nasionalisme Indonesia dewasa ini yang telah rapuh
terkena erosi dan kehilangan dasar serta arah ini harus di-restore –
dilakukan restorasi agar paham kebangsaan Indonesia dapat kembali menjadi roh
kehidupan bangsa, dasar dan garis perjuangan bangsa menjadi road map
perjalanan bangsa kedepan untuk mewujudkan cita-cita nasional.
VI.
MENUJU RESTORASI
1.
Menyatukan Mind Set Bangsa
Langkah awal yang harus dilakukan adalah
menyatukan kembali mind set bangsa dalam kesatuan berpikir, bertindak
yang didasarkan pada cita-cita kebangsaan yang bersumber kepada kondisi obyektif
nasionalisme Indonesia, dengan tidak menolak pengaruh globalisasi, tetapi juga
tidak menelan mentah-mentah dampak globalisasi. nasionalisme atau paham
kebangsaan Indonesia yang dewasa ini telah rapuh terkena erosi dan menyebabkan
garis perjuangan bangsa menjadi kabur dan tidak menentu, harus kita luruskan
kembali. Kita lakukan restorasi seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 bahwa
salah satu tujuan mendirikan negara ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Maka dalam melakukan restorasi, paham kebangsaan Indonesia harus cerdas
membaca situasi internal tanah air dan sekaligus mampu membaca secara cermat
globalisasi dengan dampaknya, baik yang positif maupun yang negatif.
2.
Nasionalisme Indonesia Yang
Berwawasan Global
Bertitik-tolak pada dasar pemikiran
demikian, maka restorasi terhadap nasionalisme Indonesia yang kita lakukan
adalah membangun kembali nasionalisme
Indonesia dengan ciri-ciri
khusus berdasar kondisi obyektif negara dengan menatap dengan cermat globalisasi
dan dampaknya. Oleh karena itu restorasi paham kebangsaan harus berwawasan
global. Mau tidak mau sebagai satu bangsa yang hidup di abad ke-21 ini harus
cerdas membaca situasi dan menentukan sikap terhadap lingkungan strategis tanah
air yang telah berubah dengan ciri-ciri kehidupan global. Ciri-ciri global yang
bersumber pada pemikiran ilmiah obyektif, tetapi oleh AS sebagai negara adidaya
dijadikan doktrin perjuangan untuk membangun Modern American Empire,
seperti keterbukaan (transparansi), kebebasan (freedom), demokratisasi
(democratization), hak asasi manusia (human right) dan tegaknya hukum
(rule of law) merupakan semboyan menarik dan menggiurkan. Diterima oleh
sebagian tokoh-tokoh reformis tanpa mengetahui makna masing-masing dalam konteks
falsafah dan ideologi yang telah kita miliki. Restorasi paham kebangsaan
Indonesia harus kembali kepada tiga faktor-faktor obyektif (demografi, geografi
dan historical background) yang menjadi dasar lahirnya nasionalisme
Indonesia yang telah menjadi ideologi negara, karena telah tertuang didalam
hukum dasar negara. Tetapi juga tidak lagi tepat bila didasarkan pada fanatisme
kebangsaan dengan menutup diri terhadap lingkungan strategis yan telah berubah.
Restorasi paham kebangsaan Indonesia harus dilakukan secara cerdas memanfaatkan
globalisasi beserta dampaknya dengan tidak harus tenggelam didalam arus
globalisasi yang membawa serta masuknya paham liberalisme, neo-liberalisme,
kapitalisme dan neo-kapitalisme yang secara prinsip bertentangan dengan
nasionalisme Indonesia yang telah kita bangun bersama sejak memperjuangkan
cita-cita kemerdekaan NKRI. Tetaplah berpijak dengan kokoh pada dasar ideologi
dan falsafah negara sendiri dan cita-cita nasional yang tertuang dalam Pancasila
dan UUD 1945 (yang asli).
3.
Upaya Konkret
Upaya konkret melakukan restorasi adalah
dengan menanamkan dan membangkitkan kembali paham kebangsaan Indonesia di
kalangan bangsa kita secara menyeluruh melalui pendidikan formal dan non formal,
dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi
kemasyarakatan, lembaga-lembaga negara, unsur-unsur penyelenggara negara di
semua lini dan tingkatan. Selanjutnya menggunakan paham kebangsaan yang
berwawasan global tersebut sebagai pola piker bersikap dan bertindak dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Memulai dengan sadar
menempatkan kepentingan bangsa atau kepentingan nasional diatas kepentingan
etnik, golongan, daerah, agama masing-masing yang dipeluk dan terutama
kepentingan pribadi dan golongan serta partai politik.
Restorasi paham kebangsaan Indonesia dapat
kita lakukan dengan kesadaran dan kesediaan kita untuk meluruskan – to
restore – mind set/pola piikir kebangsaan kita kepada sumber
kelahirannya, dengan menyadari kondisi global yang merupakan lingkungan
strategis baru dunia dewasa ini kita hidup. Paham kebangsaan Indonesia yang
harus kita bangun kembali adalah nasionalisme Indonesia atau kebangsaan
Indonesia yamg berwawasan global.
4.
Kuncinya Pada Kemauan
Kuncinya terletak pada kemauan kita untuk
mempelajari dan memahami sejarah perjuangan para pendahulu kita, memahami dengan
benar ideologi negara yang telah kita miliki, meyakini kebenaran ideologi negara
yang akan membawa negara Indonesia menuju kebesarannya. Memiliki harga diri
serta kebanggaan sebagai bangsa yang merdeka dan bedaulat, yang harus mampu
tampil di tengah pergaulan internasional sebagai bangsa yang mempunyai identitas
dan integritas pribadi.
5.
Tantangan Yang Dihadapi
Tantangan yang dihadapi dari
dalam dan dari luar
A.
1. Dari Dalam
a.
Kelunturan paham kebangsaan
Indonesia
b.
Apatisme terhadap masa depan
bangsa
c.
Kuatnya pengaruh pragmatisme,
materiil yang sudah hidup dalam masyarakat
d.
Menguatnya oligarkhi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
e.
Tidak ada tokoh panutan
f.
Tidak memiliki bahan-bahan
pembelajaran terhadap paham kebangsaan Indonesia
2. Dari Luar
a.
Derasnya pengaruh globalisasi yang
mencakup paham liberalisme, neo-liberalisme, individualisme, dan
materialisme.
b.
Tekanan kepentingan ekonomi
negara-negara maju untuk menyedot kekayaan alam dan gerakan democratic reform,
constitutional reform dan judicial reform.
B.
Cara Menghadapi
1.
Harus rasional dan konseptual
dalam restorasi paham kebangsaan Indonesia,
2.
Menjadikan restorasi paham
kebangsaan Indonesia sebagai gerakan
politik seluruh bangsa Indonesia,
3.
Harus ada yang memulai (perorangan
atau lembaga).
Dengan hasrat dan tekad demikianlah, restorasi
paham kebangsaan Indonesia dapat kita lakukan, dan dengan restorasi demikian
pula kita dapat meluruskan garis perjuangan dan strategi perjuangan untuk
mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana didambakan oleh bangsa ini sejak awal
merdeka NKRI sebagai negara yang merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur.
Selamat berjuang! Terima kasih
Jakarta, 18 Agustus 2007
Prof. Dr. M. Dimyati Hartono,
SH