Partai PITA
  Restorasi Amandemen
 

Text Box: From the desk of:
Prof. Dr. M. Dimyati Hartono, SH

 

DASAR-DASAR PEMIKIRAN DAN STRATEGI PERJUANGAN GERAKAN POLITIK RESTORASI AMANDEMEN UUD 1945

Oleh: Prof. Dr. M. Dimyati Hartono, SH

 

I.                  Pengantar

a.              Zaman Reformasi telah menghasilkan Amandemen UUD 1945. Sejak terjadinya amandemen, memang sudah ada pihak-pihak yang setuju dan tidak setuju di masyarakat Tetapi belakangan ini kontroversi tersebut semakin mencuat di berbagai kalangan. Bagi kelompok yang setuju dengan amandemen menyatakan bahwa amandemen tersebut merupakan produk yang sempurna dan sesuai dengan tuntutan zaman. Bahkan kelompok ini menyalahkan yang tidak setuju dengan amandemen, adalah orang-orang yang ingin menyakralkan UUD 1945, konservatif dan disebut sebagai ultra nasionalis. Sebaliknya yang tidak setuju dan menginginkan kembali ke UUD 1945 menyebut kelompok yang mempertahankan amandemen disebut sebagai kelompok yang keblinger, tidak tahu sejarah perjuangan bangsa, bahkan menyebutnya sebagai agen-agen asing. Karena kelompok ini melihat bahwa amandemen bukanlah gagasan murni bangsa Indonesia, tetapi ada “titipan” kepentingan negara lain. Puncak kontroversi pendapat ini bahkan melahirkan tuntutan kepada presiden SBY agar mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD 1945, seperti halnya Bung Karno pada tahun 1959. Tetapi presiden tidak dapat memenuhi tuntutan ini.

b.             Gerakan Reformasi yang pada awalnya bertujuan melakukan koreksi terhadap kesalahan-kesalahan penyelenggaraan negara oleh Orde Baru dengan membuat pembaharuan atau reformasi pasca Orde Baru, ternyata telah melakukan amandemen besar-besaran terhadap UUD 1945 secara berturut-turut, dan tuntas pada tahun 2002. Oleh sementara kalangan tidak lagi disebut amandemen terhadap UUD 1945, melainkan telah membuat UUD baru dan disebut UUD tahun 2002.

 

c.              Amandemen terhadap UUD 1945 tersebut telah melahirkan ketidakpastian dan menjadi dasar terjadinya berbagai penyimpangan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam dalam penyelenggaraan Negara. Bahkan telah menimbulkan gejolak dan rasa tidak puas yang mendorong adanya gerakan untuk kembali ke UUD 1945. Secara prinsip dan idiil, gerakan kembali ke UUD 1945 adalah jitu. Tetapi secara faktual dihadapkan pada kenyataan konstitusional, bahwa UUD 1945 telah diamandemen. Artinya telah ada unsur-unsur baru yang telah disisipkan kepada naskah UUD 1945 yang asli.

Kembali ke UUD 1945 hanya dengan menetapkan saja naskah asli tidak mungkin, karena telah ada unsur-unsur ”titipan”, dan unsur-unsur sisipan tersebut harus dinilai kembali dan diakomodasikan.

 

d.             Kesalahan utama terletak pada format amandemen, baik dari segi sistem maupun materi. Oleh karena itu gerakan kembali ke UUD 1945 hakekatnya mengembalikan semangat perjuangan 17 Agustus 1945 dengan menata kembali kesalahan-kesalahan yang telah terjadi pada amandemen. Artinya memperbaiki dengan meletakkan kembali pada tempat yang benar atau to restore kesalahan atas amandemen yang telah terjadi. Jadi fokus perjuangan adalah pada to restore the amendment untuk kembali ke semangat dan tatanan yang ada pada UUD 1945 yang asli. Oleh karena itu gerakan tersebut lebih tepat disebut sebagai gerakan politik melakukan Restorasi Amandemen UUD 1945 untuk kembali ke jiwa dan prinsip perjuangan bangsa sesuai dengan UUD 1945 yang asli, baik yang tersurat maupun tersirat

 

e.              Walaupun gerakan restorasi bertujuan ingin kembali kepada semangat perjuangan dan cita-cita nasional, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945 yang asli, tetapi mengingat sifat masyarakat yang dinamis, maka dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara baik yang telah tertuang dalam amandemen tahun 2002 maupun yang timbul sesudah itu akan tetap diakomodasikan, sejauh tidak bertentangan dengan jiwa dan prinsip-prinsip yang ada pada UUD 1945 yang asli.

 

f.               Walaupun inti spirit perjuangan ingin kembali ke UUD 1945 yang asli, tetapi kita harus realistis bahwa ada dinamika kehidupan yang harus diakomodasikan pada proses perjuangan tersebut. Jadi bukan sekadar memberlakukan kembali naskah asli UUD 1945. Oleh karena itu digunakan istilah restorasi, karena memang lebih tepat dengan strategi perjuangan yang akan dilaksanakan. Penggunaan kata tersebut juga memiliki makna historis mengakhiri masa reformasi yang tidak menentu dan tidak jalan, sekaligus menandai datangnya era baru yang lebih baik yaitu Era Restorasi. Sedangkan penggunaan istilah ‘kembali ke UUD 1945’ dapat mengundang persepsi historis, seakan gerakan ini menolak kepada dinamika dan pembaharuan yang memang ada dan harus diakomodasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

II.               Pengertian dan Tujuan Restorasi Secara Politis

 

a.              Sebagaimana telah disebutkan, restorasi berasal dari kata ‘to restore’ artinya memperbaiki, menempatkan kembali, mendudukan pada tempatnya semula atau meluruskan. Secara politis yang dimaksud di sini adalah restorasi terhadap amandemen UUD 1945 yang merupakan satu gerakan politik bangsa Indonesia untuk meluruskan kembali garis perjuangan bangsa yang didasarkan atas tekad awal bangsa Indonesia mendirikan negara dan menjadi bangsa Indonesia, melalui Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Restorasi bertujuan meletakkan kembali secara tepat dasar negara yang tertuang dalam UUD 1945 yang asli secara utuh, baik Pembukaan, Batang Tubuh maupun Penjelasannya. Memposisikan kembali falsafah bangsa Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar penyelenggaraan negara dalam semua aspeknya, sebagai akibat adanya amandemen.

b.             Restorasi Amandemen UUD 1945 adalah gerakan politik bangsa Indonesia yang bertujuan untuk membangun kembali kehidupan berbangsa dan bernegara dalam sebuah sistem nasional yang benar-benar berdasarkan falsafah dan pandangan hidup bangsa sendiri sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Termasuk di dalamnya membangun kembali sub-sub sistem ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan yang berdasarkan atas prinsip dasar bernegara yang benar dan bersumber pada Pancasila dan UUD 1945.

 

c.              Restorasi Amandemen UUD 1945 merupakan perjuangan bangsa yang ditujukan untuk membangun masa depan bangsa Indonesia di tengah-tengah gelombang globalisasi yang menghempas dari kiri dan kanan, agar bangsa Indonesia tetap dapat mewujudkan cita-cita nasionalnya. Cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang intinya antara lain adalah; melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan mewujudkan keadilan sosial dan kemakmuran bagi satu golongan tertentu, satu kelompok atau satu daerah tertentu saja dan juga bukan untuk kepentingan bangsa asing.

 

III.            Reformasi Yang Kebablasan atau Reformasi Tanpa Konsep

 

a.              Reformasi berasal dari kata ’to reform’, artinya memperbaiki agar menjadi lebih baik, atau memperbaharui. Secara politis pada awalnya adalah gerakan pembaharuan. Sebuah gerakan yang merupakan kegiatan politik untuk melakukan koreksi atau ’to reform’ terhadap kekeliruan-kekeliruan, kesalahan-kesalahan dalam praktek penyelenggaraan negara yang salah dan telah menimbulkan kesengsaraan rakyat serta melanggar hak-hak rakyat.

Pada hakekatnya, reformasi bukanlah dimaksudkan untuk membuat negara baru, sistem atau sebuah tatanan negara baru, tatanan pemerintahan atau tatanan sosial, ekonomi, hukum, politik yang baru, dengan meninggalkan prinsip-prinsip dasar kenegaraan dan tatanan yang sudah ada. Reformasi dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekeliruan yang terjadi selama Orde Baru dalam praktek penyelenggaraan negara. Memperbaiki apa yang tidak betul atau yang salah dalam praktek penyelenggaraan negara pada masa Orde Baru, untuk diperbaiki pada masa reformasi.

 

b.             Tetapi gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 dengan jatuhnya rezim Orde Baru tersebut, ternyata kebablasan bahkan tanpa konsep dasar yang jelas. Reformasi terbukti tidak hanya ingin memperbaiki keadaan yang tidak betul dalam penyelenggaraan negara yaitu sebuah pemerintahan yang otoriter, tidak demokratis, diskriminatif, tetapi kenyataannya telah melakukan perubahan mendasar atas prinsip-prinsip dasar negara, dengan berkali-kali melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Reformasi tidak hanya memperbaiki kesalahan/kekeliruan dalam praktek penyelenggaraan negara, tetapi melahirkan satu sistem yang lain dari yang asli, tatanan dalam struktur kenegaraan yang baru yang menyimpang dari tatanan nasional yang telah didasarkan kepada falsafah dan pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila, baik dari struktur kenegaraan, sistem penyelenggaraan negara bahkan landasan filosofisnya.

 

c.              Gerakan reformasi yang telah melakukan amandemen UUD 1945 secara tuntas pada tahun 2002, ternyata bukan gerakan politik untuk memperbaiki kesalahan praktek penyelenggaraan negara tetapi telah melakukan amandemen dalam arti telah merombak secara mendasar terhadap UUD 1945 yang asli sehingga melahirkan Undang-undang Dasar Baru Tahun 2002. Walaupun hasilnya dikatakan sebagai Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, tetapi faktanya itu bukan merupakan amandemen, melainkan penggantian UUD 1945 dengan UUD baru tahun 2002. Sebab, secara teknik perundang-undangan, struktur UUD 1945 yang asli terdiri atas: Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan. Kenyataannya hanya Pembukaan saja yang masih dipertahankan, sedangkan Batang Tubuh UUD 1945 telah dirombak bahkan sistematikanya pun telah mengalami perubahan yang mendasar.

 

d.             Yang lebih mendasar lagi adalah bahwa penjelasan UUD 1945 sama sekali dihapus dengan catatan bahwa spirit atau jiwa yang terkandung pada Penjelasan UUD 1945 yang kemudian dipreteli satu-persatu, secara non sistematik dimasukkan dalam pasal-pasal UUD 1945, dan materi yang tidak bisa ditampung ditinggalkan begitu saja. Karena itu maka amandemen UUD 1945 yang telah dikatakan tuntas pada tahun 2002 itu, bukanlah gerakan politik untuk memperbaiki kekeliruan, kesalahan terhadap praktek penyelenggaraan negara, tetapi lebih tepat disebut sebagai pembentukan UUD Baru Tahun 2002. Inilah yang dikatakan reformasi yang telah menghasilkan amandemen itu disebut kebablasan dan tanpa konsepsi yang jelas. Sebuah tambal-sulam konstitusional yang dapat merusak sistematika ketatanegaraan.

 

e.              Bila kita sadari kembali bahwa fungsi Pancasila dan UUD 1945 yang secara yuridis sebagai sumber hukum yang tertinggi adalah berisi filosofi, pandangan hidup bangsa, sistem ketatanegaraan, tata pemerintahan, sistem sosial, politik, hukum, ekonomi, budaya, pertahanan dan kemananan dalam kehidupan suatu bangsa. Pancasila dan UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi tersebut menjadi dasar pembentukan semua UU teknis. Oleh karena itu tidak mengherankan bila setelah reformasi banyak UU yang kontroversial di dalam konsepsi, yang didalam pelaksanaannya menimbulkan konflik di lapangan, merupakan produk sekaligus sebagai akibat adanya amandemen yang kebablasan tersebut.

 

f.               Antara praktek penyelenggaraan negara yang salah dengan konsepsi dasar negara yang lahir karena tekad rakyat ingin merdeka dan membangun tatanan kehidupan nasional berdasar cita-cita Proklamasi, sengaja dikaburkan untuk dipakai sebagai alasan merombak tata kehidupan nasional dengan infiltrasi memasukkan kedalam amandemen UUD 1945 paham luar dengan dalih era globalisasi seperti liberalisme, neo liberalisme, kapitalisme, neo kapitalisme yang bertentangan dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia. Akibat amandemen tersebut, terasa adanya pengaruh neo kolonialisme atau penjajahan dalam bentuk baru dalam sistem pemerintahan dan penyelenggaraan Negara.

Sejak awal sudah terlihat bahwa gerakan reformasi bukan gagasan murni dari bangsa indonesie sendiri, tetapi sebuah infiltrasi ideology dari kekuatan global.

 

IV.            Beberapa Hasil Amandemen

 

Beberapa contoh konkret hasil amandemen yang menimbulkan ketidakpastian dalam penyelenggaraan negara dan perubahan yang mendasar mengenai sistem ketatanegaraan yang kontroversial, dilihat dari segi prinsip, fungsi dan struktur, antara lain adalah:

 

a.             MPR–RI

Diubahnya status MPR-RI sebagai Lembaga Negara Tertinggi yang di ’down grade’ menjadi Lembaga Tinggi Negara, dan dikebirinya kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pada tahun 2004 ketika ada hasil pemilihan umum langsung tentang Presiden timbul masalah, apakah MPR masih berwenang melantik Presiden? Sedangkan Presiden dipilih langsung oleh rakyat dan MPR bukan lagi Lembaga Tertinggi Negara. Sekarangpun fungsi MPR lebih bersifat sebagai lembaga dekoratif demokrasi yang tidak efektif karena tidak memiliki status dan kewenangan yang jelas. Perubahan struktur ini telah mengubah sistem demokrasi perwakilan menjadi sistem demokrasi langsung. Bahkan sistem demokrasi yang mendasarkan pada musyawarah untuk mufakat, telah didominasi oleh sistem liberal dengan mengutamakan pemungutan suara melalui one man one vote. Sebuah sistem yang bersumber pada falsafah individualisme dan liberalisme.

 

b.             DPR–RI

Dalam lembaga perwakilan rakyat yang disebut DPR-RI/DPRD, disamping lembaga legislatif yang disebut DPR–RI, telah diciptakan lembaga baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan saudara kembar dari Dewan Perwakilan Rakyat. Tetapi menjadi tidak jelas tugasnya begitu juga fungsinya. Kelahiran institusi baru ini menciptakan ‘Pseudo Bikameral’ dalam DPR-RI yang tidak sesuai dengan prinsip dasar yang tercantum dalam UUD 1945 yang asli.

 

c.              Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

Amandemen UUD 1945 juga telah menghapus lembaga tinggi Negara yang disebut Dewan Pertimbangan Agung yang lahir dari konsep kenegaraan yang berdasarkan atas prinsip kekeluargaan atau gotong royong dalam penyelenggaraan negara. Kelemahan DPA dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam penyelenggaraan negara, sebagai ‘Advisory Council’ telah dipakai sebagai alasan untuk menghapus sebuah struktur kenegaraan yang secara filosofis ditetapkan sejak mendirikan NKRI.

 

d.             Mahkamah Konstitusi (MK)

Sebaliknya sebagai hasil amandemen terhadap UUD 1945, dilahirkan sebuah institusi yang tidak jelas dasar politisnya yaitu Mahkamah Konstitusi. Mahkamah ini dalam prakteknya sekarang merupakan lembaga yang sangat berkuasa, oleh karena memiliki kewenangan untuk menilai apakah sebuah Undang-undang sah atau tidak, bertentangan atau tidak dengan konstitusi.

Mahkamah Konstitusi bukanlah sebuah lembaga politik yang lahir berdasarkan proses demokratis kewenangan rakyat atau kedaulatan rakyat sebagaimana MPR-RI dan DPR-RI, tetapi diciptakan sebagai hasil amandemen. Sedangkan UU merupakan hasil keputusan politis DPR-RI dengan Pemerintah.

DPR adalah lembaga politik yang mewakili kedaulatan rakyat. Sedangkan Presiden yang memimpin pemerintahan juga telah dipilih langsung oleh rakyat.

Dalam praktek tugasnya juga sangat memprihatinkan, karena Mahkamah Konstitusi dalam menyidangkan suatu kasus dipimpin oleh 5 (lima) Hakim Konstitusi yang dalam mengambil keputusan cukup dengan 3 (tiga) orang. Bahayanya adalah apabila ada masalah yang menyangkut konstitusi dinilai bertentangan antara pasal-pasal dalam konstitusi diajukan ke Mahkamah Konstitusi, maka lembaga yang tidak mendapat pendelegasian kewenangan langsung dari rakyat, pembentukannya ini dapat menetapkan keputusan-keputusan yang bersifat konstitusional, mengalahkan produk lembaga politik yang dipilih langsung oleh rakyat. Contoh konkret salah satu keputusan Mahkamah Konstitusi yang ambivalent itu adalah pemekaran wilayah Irjabar dan Irjateng.

 

e.             Kedudukan Partai Politik (Parpol)

Adanya amandemen yang telah merombak struktur ketatanegaraan (pseudo bikameral DPR-R.I.), membuka peluang kepada parpol untuk memberi interpretasi subyektif mengenai posisi parpol di dalam lembaga legislatif. Partai politik tidak mempunyai pegangan untuk bisa menyatakan dirinya dan fungsinya di dalam DPR. Karena itu, ada partai politik yang tiba-tiba menyatakan menjadi partai pemerintah, dan yang lain menjadi partai oposisi. Padahal di dalam sistem yang kita miliki yaitu sistem Presidensil bukan sistem Parlementer, tidak mengenal sistem politik partai oposisi dan partai pemerintah, karena fungsi pengawasan terhadap eksekutif menjadi kewajiban DPR secara keseluruhan melalui fraksi-fraksi, bukan hanya oleh fraksi dari partai yang menyatakan dirinya sebagai partai oposisi. Ini adalah akibat dari hasil amandemen UUD 1945 dan tidak sesuai dengan system ketatanegaraan yang berdasar falsafah kekeluargaan yang tercantum dalam falsafah bangsa Pancasila.

 

f.               Mahkamah Agung (MA)

Contoh yang paling spektakuler adalah kedudukan lembaga Mahkamah Agung. Lembaga MA ditempatkan pada titik kemandirian yang supra dan memiliki kebebasan, tetapi diartikan secara salah. Yang dimaksud kebebasan peradilan, baik bagi hakim, hakim tinggi dan hakim agung pada MA, adalah kebebasan para hakim, bukan lembaga atau institusi Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), atau Mahkamah Agung. Kebebasan pengadilan yang dimaksud adalah kebebasan para hakim tersebut pada saat hendak memutus perkara, yang secara umum disebut mengambil keputusan-keputusan yustisial. Bukan status kepegawaian pejabat dan institusinya yang memiliki kebebasan dan mandiri. Sebab dalam system ketatanegaraan yang berdasar Pancasila, eksekutif, legislatif, dan yudikatif ditambah BPK, dan DPA (sebelum dibubarkan), semuanya disebut penyelenggara negara. Para founding fathers memang menyadari adanya Trias Politica, tetapi tidak menerapkan secara apa adanya, tetapi dengan penyesuaian kondisi Indonesia. Oleh karena itu bukan separation of power tetapi distinction of power.

Sebelum ada amandemen UUD 1945, pengawasan terhadap tingkah laku hakim, masalah organisasi, administrasi dan keuangan ditangani oleh Departemen Kehakiman, sedangkan MA melakukan pengawasan teknis yustisial. Dengan adanya amandemen UUD 1945, maka fungsi pengawasan administratif, pengelolaan keuangan dan organisasi yang semula ditangani Departemen Kehakiman, dengan amandemen ditarik dari Departemen Kehakiman dan dipusatkan di MA. Maka MA menjadi ‘super body’.

Karena posisi amandemen yang tidak jelas, MA yang merasa dirinya sebagai super body itu menjadi ‘untouchable’. Ini dibuktikan ketika ada tuduhan terhadap ketua MA yang korupsi, malah masa pensiunnya diperpanjang sendiri oleh MA dengan membuat interpretasi subyektif terhadap UU MA yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh UU. Sebuah institusi yang  tidak  memiliki  lembaga  lain  yang  mengontrol  –super body –.

 

g.             Departemen Hukum dan HAM

Perubahan nama Departemen Kehakiman menjadi Departemen Hukum dan HAM bertentangan dengan bunyi UUD 1945, sebab dalam UUD 1945 disebut adanya kekuasaan kehakiman. Dihapusnya istilah Departemen Kehakiman yang dalam bahasa Inggris disebut Department of Justice, menjadi Department of Law and Human Right, menimbulkan masalah bila ada sengketa Hukum Internasional yang memerlukan legal opinion atas sesuatu kasus hukum. Yang diakui dunia adalah legal opinion dari Minister of Justice, bukan dari Minister of Law and Human Right.

 

h.             Organisasi Pertahanan Keamanan

Satu contoh lain lagi UU yang tidak sesuai dengan prinsip dasar UUD 1945 adalah UU tentang Pertahanan dan Keamanan. Dalam konstitusi disebutkan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi atas angkatan perang, artinya AD, AU, AL. Tetapi dalam UU ini, TNI ditempatkan berada di bawah Menteri Pertahanan sedangkan Menteri Pertahanan adalah pembantu Presiden. Sebaliknya polisi ditempatkan langsung dibawah Presiden.

Beberapa contoh ketidakpastian dan kontroversi di atas, dapat kita jumpai dampaknya dalam sistem politik, sistem hukum, sistem ekonomi, sistem sosial, budaya, pertahanan keamanan yang tidak jelas, karena semuanya mengacu pada hukum dasar yang telah diamandemen yaitu hasil amandemen UUD 1945 yang keempat (IV) dengan lahirnya UUD tahun 2002.

 

V.               Tujuan Restorasi Amandemen UUD 1945

 

a.              Apa yang disebutkan di atas tentang gerakan restorasi terhadap amandemen UUD 1945 adalah baru dasar-dasar pemikiran yang perlu dielaborasi secara lengkap dan detail, masing-masing dari segi filosofi, pandangan hidup, ideology negara, sistem ketatanegaraan, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, politik, budaya, sosial, hukum, pertahanan dan kemanan negara, dan lain-lain, yang gerakannya merupakan gerakan politis pembangunan sebuah sistem nasional kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang benar.

Jadi tujuan restorasi terhadap amandemen UUD 1945 adalah jelas yaitu menempatkan kembali prinsip dan tekad perjuangan Bangsa Indonesia per 17 Agustus 1945 yang merupakan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia yang telah disepakati oleh Para Bapak Pendiri Bangsa, dan menjadi dasar Negara yang tertuang dalam Konstitusi Bangsa Indonesia UUD 1945 yang asli, yang sejak awal memang telah berisi tekad perjuangan rakyat dan telah dipakai sebagai dasar dan sumber perjuangan seluruh rakyat Indonesia dalam menggapai cita-cita nasionalnya.

 

b.Langkah awal adalah mengembalikan dulu struktur hukum dasar semula yaitu seluruh naskah asli yang terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945. Setelah kembali kepada struktur konstitusional UUD 1945 yang asli, baru kemudian melangkah kepada materi dari amandemen. Seluruh materi dari amandemen yang sudah tercantum pada amandemen 1, 2, 3 dan 4 dikaji apakah secara filosofis, secara pandangan hidup, ideologi, dan lain-lain, secara sistem nasional sesuai dengan cita-cita nasional atau tidak.

 

c. Kita tidak boleh mengingkari kenyataan adanya dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi dalam mewadahi dinamika kehidupan bangsa, suatu negara harus mempunyai dasar yang jelas dan arah yang jelas. Oleh karena itu maka restorasi terhadap amandemen UUD 1945 akan diarahkan untuk kembali lebih dulu kepada jiwa dan naskah asli Pancasila dan UUD 1945, kemudian seluruh dinamika kehidupan berbangsa, bernegara yang telah tercantum dalam amandemen maupun kebutuhan-kebutuhan yang baru timbul setelah amandemen, ditampung dalam bentuk yang tepat yang disebut Adendum.

Amerika Serikat yang menjadi kiblatnya negara demokrasi, dia melakukan reformasi, melakukan amandemen tapi bukan dengan merusak struktur konstitusional dan sistem nasional yang sudah ada. Naskah asli (Original Text) tetap dipertahankan, tetapi seluruh dinamika kehidupan dituangkan dalam adendum dan adendum itu bisa setiap saat dilakukan dengan cara yang lebih simpel karena tidak mengubah dasar negara, sistem ketatanegaraan yang ada dan sistem nasional yang dianut, dengan melakukan amandemen dalam bentuk adendum. Sebab adendum itu ditujukan untuk memecahkan masalah konkret yang mendasar yang dihadapi oleh sebuah bangsa pada saat tertentu pada tingkat yang tertinggi yaitu tingkat konstitusi, tetapi tanpa harus mengubah atau merusak sistem nasional yang telah ada pada sistem konstitusi itu sendiri.

 

d.             Dengan memberikan tempat kepada faktor dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara yang memang merupakan kebutuhan yang timbul pada waktu tertentu, maka tidak ada alasan bagi mereka yang tidak menyetujui restorasi ini untuk menyebut atau menuduh gerakan politik restorasi sebagai kelompok yang konservatif, kelompok yang menyakralkan UUD 1945 atau kelompok yang disebut kaum ultra-nasionalis. Oleh karena kita menyadari bahwa setiap bangsa mempunyai kepribadian sendiri, punya cita-cita sendiri yang didasarkan pada faktor-faktor obyektif seperti geografi, demografi, latar belakang sejarah (historical background), maka jatidiri sebagai bangsa dan negara dengan sistem nasional yang dimiliki, merupakan jaminan untuk terwujudnya cita-cita bangsa yang telah disepakati.

 

VI.            Strategi Perjuangan Restorasi

 

Berdasarkan pemikiran di atas, maka strategi perjuangan gerakan restorasi amandemen UUD 1945 terdiri atas 2 (dua) langkah:

1.             Menyusun konsep yang lengkap dan komprehensif,

2.             Menyusun langkah konkrit di bidang politik dan hukum.

 

Ad.1.        Konsep yang bersifat strategis adalah menetapkan apa yang kita sebut sebagai konsepsi nasional. Artinya apa yang menjadi dasar kehidupan bersama seluruh bangsa ini dilihat dari segi dasar dan pola kehidupan nasional yang meliputi bidang filosofi, ideologi, politik, pemerintahan, kenegaraan, hukum, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan dan keamanan negara, yang seluruhnya berada dalam satu sistem nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 (yang asli) sebagai falsafah bangsa atau pandangan hidup, dasar dan ideologi negara. Dari sanalah seluruh nilai-nilai dasar menjadi landasan susunan seluruh sub-sub sistem nasional dalam berbagai bidang yang disebutkan di atas, dan dengan demikian maka sistem nasional tersebut menjadi dasar dan meliputi seluruh aspek penyelenggaraan negara di seluruh bidang dan di semua strata.

 

Ad.2.        Selanjutnya langkah yang perlu diambil adalah menata kembali dan menetapkan mind set bangsa berdasar strategi perjuangan di atas. Menyosialisasikan hasil kesatuan konsep tadi kepada seluruh unsur masyarakat untuk menjadi pedoman perjuangan bersama. Selanjutnya melalui lembaga-lembaga politik, melalui institusi, melalui perorangan, melalui tokoh-tokoh yang secara bersama-sama berjuang menjadikan suatu gerakan politik yang memperjuangkan kepentingan bersama ini dalam rangka kembali ke UUD 1945. Tetapi gerakan restorasi tidak sekadar kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 yang asli saja, tetapi harus menetapkan format amandemen dalam bentuk addendum, sebagai akomodasi terhadap dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian gerakan restorasi terhadap amandemen UUD 1945, merupakan perjuangan rakyat untuk kembali ke semangat, prinsip dan cita-cita UUD 1945 melalui jalan yang konstitusional.

 

 

 

VII.         Hasil Restorasi Amandemen UUD 1945

 

Secara konkret perjuangan konstitusional Restorasi adalah:

1.             Melakukan Restorasi terhadap Amandemen UUD 1945 yang telah menjadi UUD Tahun 2002.

2.             Mewujudkan Restorasi Amandemen UUD 1945 dalam format Addendum.

3.             Melakukan analisis terhadap prinsip dasar, sistem, bentuk, dan struktur berbangsa dan bernegara sebagai hasil Amandemen yang tidak sesuai dengan UUD 1945 yang asli dan mengakomodasi dinamika kehidupan sebagai wujud aspirasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang baru dengan format Addendum.

4.             Menyusun sistem nasional dengan sub-sub sistem yang meliputi seluruh bidang kehidupan berbangsa dan bernegara yang benar, berdasarkan jiwa Pancasila dan prinsip-prinsip dasar yang ada pada UUD 1945 yang asli.

5.             Memberlakukan kembali Pancasila dan UUD 1945 yang asli dengan menampung dinamika kehidupan bangsa dalam bentuk amandemen-amandemen yang addendum terhadap konstitusi hasil Proklamasi 17 Agustus 1945

 

 

 

Jakarta, 18 Agustus  2007

 

 

 

                 Prof. DR. M. Dimyati Hartono, S.H.

 
 
  Today, there have been 12 visitors (15 hits) on this page!

COPYRIGHT 2007

 
 
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free