Partai PITA
  Sejarah
 

LATAR BELAKANG BERDIRINYA

PARTAI INDONESIA TANAH AIR KITA 

( P.I.T.A.)

  

JAWABAN ATAS TUNTUTAN SEJARAH TANAH AIR

 

I.   KONDISI OBYEKTIF TANAH AIR 2001

1.    Di awal Millenium ke III tahun 2001 ini, Indonesia terancam oleh berbagai kesulitan, masalah dan bahaya. Salah satu ancaman yg berbahaya adalah ancaman terjadinya disintegrasi bangsa. Bahaya perpecahan terjadi di berbagai daerah, di berbagai lingkungan sosial disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang telah lama terjadi sejak pemerintahan Orde baru adalah disisihkannya pemikiran-pemikiran ideologis tentang bangsa dan Negara diganti dengan filsafat pragmatisme sebagai dasar pembangunan ekonomi. Penerapan filsafat ini telah mengubah nila-nilai kehidupan nasional yg lebih bermakna materialistis, praktis dan individualistik dan secara sistematis serta bertahap tersisihlah nilai-nilai idiil ; nilai-nilai yg berisi faham kebangsaan yg memiliki semangat kegotong-royongan, pengabdian, solidaritas, kebersamaan. Tersisihnya paham kebangsaan yg telah dimiliki oleh bangsa ini sejak sebelum Indonesia merdeka dan yang pada saat periode awal Indonesia merdeka telah dipupuk dengan baik, telah menyebabkan tipisnya  nasionalisme di kalangan bangsa, baik dalam tataran pemimpin pemerintahan, pemimpin partai politik, pemimpin lembaga-lembaga kemasyarakatan bahkan masyarakat pada umumnya.

2.    Pemerintahan Sentralistik yg dibangun dengan sangat berhasil pada pemerintahan mantan presiden Soeharto dengan Orde Barunya, telah menyebabkan terjadinya sentralisasi, tidak hanya di bidang poltik, juga di bidang ekonomi, sosial, hukum dan budaya. Kondisi demikian memberi peluang besar, terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang kepada the ruling party  ( partai yang berkuasa ), yangg pada akhirnya berakibat pada lahirnya krisis yg bersifat multidimensional, yaitu krisis di bidang pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum bahkan di bidang militer. Semua krisis tersebut sumber utama dan yang pokok adalah krisis moral yang melanda pada hampir semua tataran kehidupan nasional. Krisis multidimensional ini berlanjut kepada penderitaan rakyat dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan yg cukup merata melanda sebagian besar lapisan masyarakat, memberikan kontribusi besar terhadap keterpurukan dan sekaligus membuka peluang terjadinya konflik-konflik sosial yang bernuansa politik, sosial, kultural, kedaerahan bahkan juga bernuansa agama. Konflik sosial yg terwujud dalam konflik-konflik fisik yg terjadi secara sporadik di beberapa daerah dan membawa korban di kalangan rakyat merupakan sebuah kerawanan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa yg pada tataran akhirnya membahayakan keutuhan negara dan bangsa.

3.    Kondisi obyektif bahaya disintegrasi bangsa dan krisis multidimensional serta konflik sosial yg sampai dengan akhir tahun 2001 belum tampak ada tanda akan dapat terselesaikan, berakibat lebih lanjut berupa hilangnya kepercayaan diri sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat. Lebih parah lagi karena berakibat terhadap hilangnya kepercayaan atas kemampuan diri sebagai suatu bangsa yg besar utk membangun kembali kebesaran tanah air. Ditambah lagi rasa ketergantungan kepada pihak luar yg sangat besar menghinggapi para penentu kebijakan yang harus mengambil langkah-langkah pemulihan, begitu juga dengan sikap sementara wakil-wakil rakyat. Bila hal-hal ini diteruskan tanpa upaya menyelesaikan maka ancaman disintegrasi nasional akan menjadi kenyataan yg sangat menyedihkan.

 

II.  PITA ADALAH TALI PENGIKAT SESUATU YANG BERHARGA

  1. Kondisi rakyat, bangsa dan Negara seperti digambarkan di atas yg telah membuat rakyat Indonesia ini semakin tercerai-berai dalam sikap, pemikiran dan tindakan, ibarat lidi dari sebuah sapu yg jumlahnya banyak tetapi berserakan tanpa adanya tali pengikat yg kukuh, maka dia tidak memiliki kekuatan. Lidi berserakan tersebut akan bisa menjadi sebuah sapu yg bagus, kuat dan bermanfaat apabila ada tali pengikat untuk menyatukan kembali seluruh lidi yg tercerai-berai tersebut. Tali yg bermakna pengikat, bias berbentuk dan dibuat dari bahan yg lunak dan keras. Tali dapat dibuat dari kain, dari rotan, dari bambu, dari besi sesuai dengan keperluannya. Tetapi fungsinya tetap satu yaitu alat untuk mengikat sesuatu yg tercerai-berai menjadi satu kembali utuh agar memiliki kekuatan dan bias dimanfaatkan untuk mencapai suatu tujuan yg lebih besar.
  2. Di antara bentuk dan jenis tali-tali tersebut ada sebuah jenis tali yg disebut pita. Pita dibuat dari kain berwarna-warni, dapat juga berwarna merah putih tetapi tetap juga berfungsi sebagai tali pengikat. Berbeda dengan tali pengikat lainnya, pita dipergunakan khusus untuk mengikat sekaligus menghias sesuatu yg berharga seperti kado, perhiasan, buku, dan lain-lain. Yaitu segala sesuatu yg dianggap berharga dan ditempatkan pada tempat yg sangat terhormat, karena sangat dicintai dan disayangi dan dijaga jangan sampai rusak. Maka pita mempunyai fungsi yang sama dengan tali rantai dan tali dari bambu, rotan dan besi dll. Tetapi mempunyai sifat dan makna yang berbeda. Pita digunakan secara khusus untuk hal – hal yang lebih memiliki nilai – nilai intrinsik yang tinggi dan mulia. Pita berfungsi mengikat sesuatu yang sangat berharga menjadi satu ikatan  yang mulia  dan ditempatkan sebagai sesuatu yang sangat berharga dan dihargai. Rambut adalah mahkota bagi wanita, diikat dengan pita. Manusia tidak bisa berhubungan satu dengan yang lain tanpa pita suara. Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia, tanah air Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang sangat  berharga dan mulia. Akibat  ancaman bahaya disintegrasi bangsa dan negara harus dijalin kembali dalam sebuah ikatan yang mulia dan indah dengan menggunakan pita pengikat yaitu persatuan dan kesatuan bangsa.

 

III. MEMETIK PELAJARAN DARI SEJARAH BANGSA

1.   Era Soekarno

Sebagaimana telah diuraikan di atas tentang kondisi obyektif tanah air dewasa ini, maka keprihatinan terhadap situasi dan kondisi yang semakin membahayakan keutuhan Negara dan kesatuan bangsa, tidak boleh dibiarkan berlarut – larut. Sebagai anak bangsa kita tidak boleh sekedar berpangku tangan dan menggerutu semata untuk sekedar  menyesali. Anak bangsa harus bangkit dan harus ada andil untuk membangun kembali keutuhan dan mencegah disintegrasi bangsa ini.

Sejarah mencatat, kondisi tanah air dan bangsa dewasa ini yang rakyatnya diibaratkan sebagai sapu lidi yang tercerai berai dan berserakan inipun pernah terjadi sebelum Indonesia merdeka. Bung Karno sebagai pejuang besar, seorang pemikir besar telah bekerja keras menghimpun, mengumpulkan dan akhirnya mengikat rakyat Indonesia yang berserakan tadi menjadi satu kesatuan bangsa yang utuh yang disebut Bangsa Indonesia, dengan memberikan sebuah tali pengikat pita  kebangsaan yang terwujud dalam falsafah bangsa dan dasar Negara Pancasila. Dengan Pancasila itulah Bung Karno,  sabagai salah satu the founding father, bersama – sama para pendiri bangsa lainnya telah berhasil menyatukan bangsa Indonesia dan dengan kepemimpinan Bung Karno yang berpegang pada Pancasila tersebutlah rakyat yang tercerai berai oleh rasa kedaerahan, kesukuan dan kesempitan pandangan agama tersebut diikat secara bulat menjadi satu bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bung Karno telah berhasil meletakkan pondasi dan sendi – sendi persatuan  dan kesatuan bangsa.

Sayang, bahwa dalam perkembangan sejarah kepemimpinan Bung Karno selanjutnya, setelah Indonesia menjadi negara merdeka, karena pengabdian dan pengorbanannya untuk bangsa dan negara, karena besarnya kemampuan dan kepemimpinan, serta kharismanya yang dimiliki, maka pertumbuhan bangsa yang dibangun melalui nation and character building selama berpuluh – puluh tahun,  lebih didominasi oleh sinar kharisma pribadi Bung Karno daripada rasionalitas keterikatan kepada landasan Negara Pancasila yang ditanamkan sendiri oleh sang Proklamator. Persatuan dan keutuhan bangsa dan Negara lebih banyak digantungkan kepada kharisma pribadi kepemimpinan dan kebesaran Bung Karno yang memang tidak bisa dibantah, bahkan diakui tidak hanya oleh bangsa Indonesia sendiri tetapi juga oleh seluruh dunia.

Tragedi terjadi ketika Bung Karno dijatuhkan setelah peristiwa G-30-S, maka kesatuan dan keutuhan yang ibarat sapu lidi bangsa Indonesia yang terikat utuh tadi nyaris tercerai berai kembali, oleh karena belum mampu diikat dalam sistem nasioal yang kukuh dan mekanisme ketata negaraan yang mantap. Begitulah juga kehidupan nasional dari bangsa ini dalam berbagai bidang dan sektor.  Jatuhnya Bung Karno, rakyat Indonesia bukannya sekedar kehilangan tokoh yang menjadi pita tali pengikat, tapi hampir juga menggoyahkan kepercayaan terhadap pita tali pengikat kebangsaan yang disebut Pancasila. Inilah pengalaman sejarah yang berharga yang tidak boleh terulang kembali.

2.   Era Soeharto

      Bahwa pemimpin itu penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sesuatu yg tak dapat dibantah. Tetapi membangun sistem nasional, mekanisme kehidupan nasional dalam bidang-bidang yg ada secara mantap merupakan syarat dan kebutuhan nasional yg harus  dibangun, sehingga tercegahlah keutuhan bangsa ini dari bahaya ketergantungan hanya kepada seorang tokoh dan pemimpin. Jatuhnya Bung Karno dijatuhkan sebagai kepala negara, telah memberi peluang kepada Jenderal Soeharto untuk tampil memimpin negara sebagai Presiden. Di awal pemerintahannya Soeharto mampu menghimpun kembali ‘lidi-lidi’ rakyat yg tercecer, tercerai-berai itu dalam satu kesatuan yg utuh sebagai bangsa dan negara. Namun untuk kedua kalinya bangsa ini mendapat pelajaran yg baik, oleh karena upaya menghimpun dilakukan dengan cara-cara yg tidak demokratis dgn cara pemaksaan, penekanan baik fisik maupun non fisik, sehingga pita persatuan dan kesatuan yg tercipta bukan karena kesadaran, melainkan oleh karena ketakutan. Dalam periode ini memang telah dimulai membangun sisitem nasional, dibangun mekanisme  didalam berbagai bidang dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.. Namun sangat disanyangkan bahwa orientasinya diarahkan tidak kepada kepentingan bersama rakyat, tetapi diabdikan kepada kepentingan mempertahankan kekuasaan yg ada dan yg lebih menyedihkan lagi bagi kepentingan kelompok yg berkuasa, kepentingan kroni, dan kepentingan keluarga. Bahkan, di akhir pemerintahan Presiden Soeharto dalam mempertahankan kekuasaan tersebut ditempuhlah jalan yg sangat tidak demokratis, berupa intimidasi, penangkapan, penculikan, pembunuhan dan lain-lain yg sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila. Kondisi demikian telah menimbulkan keinginan untuk melawan dan membebaskan diri dari rasa takut. Dan pada saat kekuasaan Jenderal Soeharto dapat digulingkan, apa yg dibangun dalam beberapa dasawarsa itu hancur lebur, kepercayaan kepada pemerintah runtuh, kepercayaan terhadap pita tali pengikat kebangsaan yg dinamakan Pancasila pun mulai dipermasalahkan.

  1. Era Pasca Soeharto

Era pasca Soeharto telah memunculkan pemimpin-pemimpin nasional yg hanya seumur jagung. Era reformasi dan demokratisasi di jaman Presiden Habibie telah dilanda tragedi historis dengan lepasnya propinsi ke-27 Timor Timur oleh karena ketidakmampuan Habibie membaca jalannya sejarah. Lepasnya Timor Timur akibat kebijakan Habibie telah menimbulkan reaksi keras dan luka sejarah di kalangan rakyat, sekaligus bahaya disintegrasi menjadi ancaman nyata. Suara keras untuk melepaskan diri muncul antara lain di Aceh, Irian Jaya, Riau, Kalimantan Timur, Maluku. Pita persatuan bangsa dan negara betul-betul terkoyak-koyak. Pita persatuan yg disebut Pancasila mulai secara terbuka dipermasalahkan dan kurang dipercayai.Gagasan tentang liberalisme dan saparatisme bukan lagi sebuah wacana tapi terwujud dalam gerakan-gerakan yang nyata. Untunglah rakyat sadar dan mandat kepada Habibie segera dicabut sebagai Presiden. Tampillah Gus Dur sebagai Presiden yg mewarisi kondisi bangsa dan negara diambang perpecahan dan krisis multidimensional yg sangat krusial. Gus Dur sebagai Presiden memang telah berusaha untuk membangun kembali pita  persatuan bangsa dan negara di tengah konflik sosial dan ketatanegaraan yg sedang terjadi. Gus Dur sebagai Presiden secara tegas menyatakan bahwa NKRI dan Pancasila adalah final tidak perlu dipermasalahkan lagi. Sayang kebijakan Presiden Gus Dur dan Irian Jaya justru menyuburkan gerakan saparatis setempat bahkan kepemimpinan Gus Dur yg disebut-sebut sebagai “Kecelakaan Sejarah” telah melahirkan ketidakpastian kontroversi ini telah mendorong terselenggaranya Sidang Istimewa MPR yg bermuara jatuhnya Gus Dur dan tampilnya Megawati sebagai presiden.

Di tangan Presiden Megawati Soekarnoputri saparatisme di Aceh masih menampilkan kekuatan fisiknya secara demonstratif, gerakan Papua Merdeka masih belum reda, konflik sosial di Maluku, Poso dan lain-lain, pembakaran rumah ibadah secara sporadis tetap masih terjadi. Multidimensional krisis masih belum ada tanda-tanda perbaikan dan ancaman terhadap disintegrasi bangsa masih tetap menghadang. Pita persatuan dan kesatuan yg bernama Pancasila, UUD 45, NKRI, secara politis dan konstitusional masih diancam oleh bahaya saparatisme dan federalisme yg secara formal makin nyata bergerak di lingkungan legislatif dan lain-lain lembaga, dan sangat mengancam dan membahayakan persatuan rakyat Indonesia. Ancaman bahaya disintegrasi juga membayang dari mereka yg disebut kelompok radikal yg ingin menjadikan agama tertentu sebagai dasar negara menggantikan Pancasila. Bahkan kaum globalis  ingin mendominasi dan merubah dasar negara melalui upaya penanaman sistem liberal dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara yg muaranya akan  mengubah secara total UUD 1945 dan Pancasila. Yang sangat memprihatinkan dari ketiga Presiden yang terakhir ini adalah merosotnya kepercayaan kepada Pemerintah, kepada para penentu kebijakan nasional, terhadap kemampuan bangsa sendiri dan nyaris hilangnya harga diri sebagai bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat. Inilah pelajaran-pelajaran berharga yang dapat dipetik dari sejarah tanah air tentang sebab-sebab terjadinya bahaya disintegrasi bangsa.

4.   Era Reformasi

Kelahiran Era Reformasi adalah sebuah perkembangan sejarah yg bertujuan memperbaiki keadaan yang memprihatinkan sebagaimana dilukiskan di atas. Peristiwa jatuhnya Presiden Soeharto dan para presiden penggantinya adalah pengalaman berharga bagi republik, bagi rakyat Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa persatuan dan kesatuan yg dibangun atas pemaksaan, ancaman, intimidasi dan lain-lain cara yg tidak demokratis dan tanpa pita nasionalisme yg mantap ternyata bukan hanya menghancurkan pemerintahan itu sendiri, tetapi telah membuat kembali berserakan rakyat Indonesia yg kehilangan kepercayaan terhadap sendi-sendi bernegara dan berbangsa. Apabila reformasi tidak memiliki presepsi yg jelas tentang persatuan dan kesatuan bangsa, ia akan tetap melahirkan bahaya disintegrasi seperti yg telah kita alami dewasa ini. Kondisi tanah air demikian telah kembali melahirkan tuntutan sejarah agar ‘lidi’ rakyat yg berserakan tercerai-berai itu dapat dihimpun kembali.

Pengalaman empiris sejarah sebagai satu bangsa membuktikan bahwa persatuan  dan kesatuan bangsa, keutuhan negara tidak harus dibangun dengan menggantungkan semata-mata kepada kebesaran kharisma seorang tokoh/pemimpin, juga tidak boleh dibangun berdasarkan atas pemaksaan, baik pemaksaan fisik maupun non fisik. Hal itu juga tidak bisa dibangun tanpa visi dan misi yg jelas serta dituangkan di dalam program secara konsisiten dan berkisanambungan. Apalagi apabila ditangani secara asal-asalan dan sambil lalu. Tetapi harus dibangun berdasarkan kesadaran bersama dan atas tanggung jawab bersama terhadap bangsa dan masa depannya yg dilandasi paham kebangsaan yg mantap.

Kesadaran bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini adalah milik kita bersama bukan milik perseorangan, bukan milik golongan tertentu, bukan milik daerah tertentu adalah kesadaran bersama yg harus dibangun, dipelihara dan dikembangkan secara terus-menerus. Bahwa kebesaran Indonesia tidak bisa dibangun hanya oleh satu kelompok orang, satu daerah tertentu, tetapi harus dibangun bersama-sama oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.

Harus pula disadari bahwa pembangunan nasional yg dikerjakan bersama sebagai upaya utk mewujudkan cita-cita nasional, juga menjadi kewajiban bersama seluruh rakyat Indonesia. Demikian pula hasil pembangunan nasional harus disadari menjadi kewajiban bersama seluruh rakyat Indonesia. Demikian pula hasil pembangunan nasional harus disadari menjadi hak seluruh lapisan rakyat dan wajib dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita mulia tersebut akan terwujud bila dapat kita lahirkan prasyarat utama menuju kebesaran bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut yaitu membangun kembali persatuan dan kesatuan bangsa, membangun dan memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan landasan yg mantap tentang paham kebangsaan Indonesia, tentang nasionalisme sebagai pita pengikat keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang pada falsafah bangsa Pancasila dan UUD 1945.

Sekali lagi, untuk itulah diperlukan sebuah pita tali pengikat diantara ‘lidi rakyat Indonesia’ yg terancam bahaya disintegrasi nasional ini. Nasionalisme adalah pita pengikat persatuan dan prasyarat, untuk menyatukan kembali ‘lidi-lidi’ rakyat yg berserakan menjadi satu kesatuan dan kekuatan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam ikatan yg kukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  

IV. PARTAI INDONESIA TANAH AIR KITA (PITA) ADALAH JAWABAN ATAS TUNTUTAN SEJARAH

  1. Seperti di atas telah dikatakan, arti harfiah pita adalah tali pengikat untuk sesuatu yg berharga, sesuatu yg dianggap sangat berharga. Pita tidak hanya mengandung arti fisik sebagai sekadar tali pengikat, tetapi mengandung makna filosofis dan nilai intrinsik, karena yg diikat menjadi satu oleh pita itu adalah sesuatu yg sangat dihargai, sesuatu yang sangat disayangi, sesuatu yg ingin dijaga dengan baik jangan sampai pecah atau rusak. Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi rakyat Indonesia, bagi bangsa Indonesia adalah sesuatu yang sangat berharga, yang sangat dijunjung tinggi dan sangat dicintai, dicinta untuk dijaga keutuhannya. Oleh karena itu maka kami para pendiri, Partai Indonesia Tanah Air Kita ini telah memilih kata PITA, yang merupakan singkatan dari P (Partai), I (Indonesia), T (Tanah Air), A (Kita), atau Partai Indonesia Tanah Air Kita, dimana pita dilambangkan sebagai tali pengikat yg mengutuhkan kembali bangsa dan Negara serta mencegah disintegrasi nasional. Kita ingin memberikan yg terbaik buat bangsa dan Negara ini, PITA ingin berfungsi sebagai tali pengikat untuk menjaga dan menyatukan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia, berdasarkan paham kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia yang berlandskan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana tertuang di dalam falsafah bangsa Pancasila dan UUD 1945.
  2. Kondisi obyektif sejarah tanah air dewasa ini yang terancam oleh bahaya disintegrasi dan berdampak yg serius bagi kehidupan rakyat, secara obyektif membutuhkan tali pengikat bangsa, membutuhkan pita untuk mengikat sesuatu yang sangat kita hargai tersebut, yaitu NKRI, maka kelahiran PITA merupakan jawaban terhadap tuntutan sejarah tanah air kini dan seterusnya. Belajar dari pengalaman sejarah, PITA sebagai wadah perjuangan bangsa akan memetik pengalaman sejarah pada keberhasilan Bung Karno sebagai Pemimpin Besar, sebagai Bapak Bangsa, sebagai Pemikir Besar Bangsa dan tidak akan mengulang kelemahan yang pernah terjadi.. Begitu juga kesalahan mantan Presiden Soeharto dan para penggantinya dan kesalahan yang telah diperbuat tidak akan diulang. PITA sebagai Partai Politik akan berjuang menjadi tali pengikat bangsa. Indonesia yang ber-bhineka dan ber-Tunggal Ika, tanpa membedakan suku, agama, keturunan, daerah, serta strata sosialnya, agar menjadi satu kesatuan bangsa yang utuh dan kokoh. Bukan dengan menggantungkan kelebihan perseorangan yang duduk menjadi pemimpinnya, tetapi dengan membangun kesadaran bangsa dan membangun nasionalisme Indonesia yang berladaskan Ketuhanan Yang Maha Esa serta berwawasan global.

PITA sebagai Partai Politik ingin membangun kembali kepercayaan terhadap tali pengikat bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945, sekaligus berdasar landasan tersebut membangun sebuah sistem nasional yang kuat, dan membangun mekanisme kehidupan nasional yg mantap dalam semua bidang dan sektor kehidupan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju kebesaran Tanah Air kita ini di masa depan. PITA sebagai partai politik bercita-cita dan berjuang keras untuk membangun kembali rakyat Indonesia yang ibarat sapu lidi dewasa ini bercerai-berai dalam sikap, pemikiran dan tindakan karena telah terjerumus di dalam pragmatisme yang materialistik dan individualistik, kehilangan idealisme dan semangat kebersamaan dan kegotong-royongan. PITA sebagi partai politik berjuang dengan menanamkan dan mengembangkan kembali paham kebangsaan di hati rakyat dengan penuh kesadaran bahwa tanpa semangat kebangsaan yang kuat, tanpa nasionalisme yang kokoh, persatuan dan kesatuan bangsa akan menjadi rapuh.

Persatuan dan kesatuan dari seluruh rakyat adalah prasyarat untuk membangun kebesaran tanah air tercinta ini. Hanya dengan persatuan dan kesatuan yang dibangun berdasarkan paham kebangsaan yang kokoh inilah bangsa dan Negara kita akan siap menghadapi tantangan kehidupan umat manusia dalam Millennium ke-III. Siap menghadapi tantanngan globalisasi dengan segala ciri dan implikasinya, sehingga dapat tetap tegak dan tegar berdiri dengan semangat nasionalisme Indonesia yang diikat oleh pita persatuan Ideologis Pancasila dan UUD 1945, berjalan di atas sistem nasional yang mantap dan tidak menggantungkan diri kepada orang perorangan yang menjadi pemimpin, juga tidak untuk kepentingan pribadi maupun golongan.

Itulah inti dari perjuangan PITA atau Partai Indonesia Tanah Air Kita yang menjadi jiwa dan semangat perjuangan PITA, tertuang di dalam AD dan ART serta program kerjanya.. Sebagai sesanti sekali lagi perlu kita tanamkan pada diri kita masing-masing bahwa NKRI ( Negara Kesatuan Republik Indonesia ) ini adalah milik seluruh bangsa Indonesia tanpa kecuali, milik kita bersama, yang kebesarannya menjadi tanggung jawab bersama demi masa depan generasi yang akan datang.

Marilah kita ingat pesan Proklamator bangsa ini :

Sejarah adalah sebuah kontinuitas

Hari ini kita hidup sebagai satu bangsa

Kita mendapat kekuatan dari masa lampau

Untuk membangun masa depan

Banggalah menjadi bagian dari Bangsa Indonesia

Kita adalah pengukir-pengukir kebesaran Indonesia

di masa depan

            Demikian latar belakang berdirinya PITA ( Partai Indonesia Tanah Air Kita )yang bersama-sama dengan semua unsur kekuatan bangsa Indonesia ingin ikut mengambil bagian mempersatukan kembali keutuhan bangsa Indonesia, mencegah terjadinya disintegrasi bangsa dan bersama-sama membangun kebesaran Negara Kesatuan Republik Indonesia di tengah-tengah gelombang globalisasi dunia.

 

Selamat berjuang bangsaku.

Tuhan Yang Maha Esa selalu beserta kita.

 

Hidup PITA

Hidup Partai Indonesia Tanah Air Kita

 

Merdeka !

Jakarta, 10 Nopember 2001

 

 

 

Pencetus Gagasan

Prof. DR. M. Dimyati Hartono, S.H.

 

 

Disahkan dalam rapat Dewan Pendiri Pada :

 

Hari, Tanggal    : Jumat, 8 Februari 2002

Jam                  : 15.00 WIB

Tempat : Hotel Wisata, Jakarta

 

Ketua Dewan Pendiri

 

 

 

Prof. DR. Dimyati Hartono, S.H.

 
 
  Today, there have been 28 visitors (32 hits) on this page!

COPYRIGHT 2007

 
 
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free